masukkan script iklan disini
riautama.com, Rohil - Dugaan pungutan liar (pungli) terhadap pegawai Puskesmas Tanah Putih I, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, kini menjadi sorotan tajam. Isu ini menyeruak ke publik setelah muncul laporan yang menyebut adanya permintaan dana sebesar Rp100 ribu per orang dari seluruh aparatur sipil negara (ASN), tenaga P3K, hingga honorer, yang diduga atas perintah langsung kepala puskesmas setempat.
Meski telah ditangani oleh Polres Rokan Hilir dan menjadi perhatian banyak pihak, Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir justru belum mengambil sikap terbuka. Kepala Dinas Kesehatan, Afridah S.KM, M.Ks, hingga kini belum memberikan pernyataan resmi.
Sikap diam ini memicu kekecewaan di kalangan publik, khususnya para ASN yang berharap transparansi dalam tata kelola birokrasi. Sejumlah aktivis menilai, sikap pasif dari pejabat struktural justru memperkuat kesan bahwa ada sesuatu yang sedang ditutupi.
"Dalam situasi seperti ini, yang dibutuhkan bukan pembelaan membuta, apalagi bungkam. Ini soal integritas dan kepercayaan publik. Jika benar ada tekanan kepada pegawai untuk menyetor uang, maka ini bentuk penyalahgunaan jabatan yang serius,” kata Ganda Mora, SH, aktivis antikorupsi dari Lembaga INPEST, Jumat (6/6/2025).
Dugaan pungli ini mengemuka setelah adanya rapat internal Puskesmas Tanah Putih I pada 17 Mei 2025. Dalam forum itu, kepala puskesmas diduga meminta seluruh pegawai menyetor uang dengan dalih membayar “utang operasional”, tanpa menjelaskan kepada siapa utang itu ditujukan. Lebih dari itu, pegawai yang menolak diminta menandatangani surat pernyataan dan diancam akan dilaporkan ke Dinkes.
Sejumlah pegawai dan mantan bendahara telah dipanggil penyidik Polres Rohil untuk dimintai keterangan. Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi dari kepolisian mengenai perkembangan perkara.
Bagi berbagai kalangan, kasus ini menjadi cerminan pentingnya pengawasan dan keberanian untuk bersuara. Kejadian semacam ini dapat menciptakan iklim kerja yang penuh tekanan, dan berisiko merusak integritas birokrasi secara luas.
“Kalau hari ini dibiarkan, bisa jadi besok praktik serupa terjadi di tempat lain. Kami minta Dinas Kesehatan jangan menutup-nutupi. Ini saatnya bersih-bersih sistem,” tegas Ganda.
Publik kini menanti ketegasan dari Dinas Kesehatan dan transparansi dari aparat penegak hukum. Jika benar terjadi pelanggaran, maka kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk bersih-bersih di lingkungan layanan kesehatan daerah.**IF.